Siswanto, Ketua KKI Kaltim

Oleh: Siswanto1, Ketua Koalisi Kependudukan Indonesia Provinsi Kalimantan Timur

Setiap tanggal 26 Juli, dunia memperingati Hari Mangrove Sedunia (International Day for the Conservation of the Mangrove Ecosystem), bukan hanya sebagai bentuk penghargaan atas peran penting ekosistem mangrove dalam menjaga keseimbangan alam dan keberlanjutan kehidupan manusia. Tetapi untuk mengingatkan kita akan pentingnya ekosistem mangrove dalam menyelamatkan bumi dari kerusakan lingkungan dan krisis iklim. Di Indonesia, peringatan ini menjadi sangat relevan karena negara kita memiliki sekitar 3,36 juta hektare mangrove, atau sekitar 23% dari total mangrove dunia. Namun, ada dimensi lain yang tidak kalah penting untuk dibicarakan: hubungan antara kerusakan mangrove, kemiskinan ekstrem, dan emisi karbon. Bagi Indonesia sebagai negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia—mangrove bukan hanya aset lingkungan, tetapi juga fondasi keberlangsungan hidup jutaan penduduk di wilayah pesisir dan keanekaragaman hayati.

Mangrove berfungsi sebagai pelindung alami dari abrasi, tsunami, dan badai tropis. Ia juga menjadi habitat bagi keanekaragaman hayati dan penopang ekonomi masyarakat lokal yang menggantungkan hidup dari perikanan, pariwisata, serta hasil hutan non-kayu. Namun sayangnya, kerusakan ekosistem mangrove di Indonesia masih berlangsung dengan laju yang mengkhawatirkan akibat alih fungsi lahan, reklamasi, tambak ilegal, dan kurangnya kesadaran masyarakat.

Mangrove dan Kemiskinan Ekstrem

Mangrove yang rusak membuat penduduk pesisir kehilangan sumber daya perikanan, perlindungan dari abrasi dan badai, hingga peluang ekonomi alternatif. Di sisi lain, kawasan mangrove yang sehat terbukti meningkatkan hasil tangkapan ikan, memberi peluang usaha dari hasil hutan non-kayu, dan menyerap emisi karbon dalam jumlah besar.

Berdasarkan data “Indonesia memiliki mangrove seluas lebih dari 3,36 juta ha, yang mencakup 20–23% dari mangrove dunia, dengan jenis mangrove terbanyak di muka bumi. Namun dari total itu, hanya sekitar 93% yang masih memiliki kondisi tutupan lebat; sisanya berada dalam kondisi sedang atau rusak. Di sisi lain, lebih dari sekitar 162 juta jiwa atau 60% penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir, di mana banyak dari mereka menghadapi masalah kemiskinan ekstrem serta risiko bencana yang meningkat. Sekitar 69% kemiskinan ekstrem nasional terkonsentrasi di wilayah pesisir (~1,3 juta penduduk mengalami kemiskinan ekstrem tinggal di pesisir), hidup dalam ketidakpastian akibat degradasi lingkungan, keterbatasan akses ekonomi, dan minimnya perlindungan sosial. ”

Mangrove dan Perubahan Iklim

Satu hektare hutan mangrove mampu menyerap 3–5 kali lebih banyak karbon dibandingkan hutan daratan tropis. Namun setiap kerusakan 1 hektar mangrove dapat melepaskan lebih dari 1.000 ton CO₂ ke atmosfer. Dengan laju konversi mangrove yang masih terjadi, kita sedang kehilangan salah satu alat mitigasi perubahan iklim paling efektif yang kita miliki secara gratis—dan ironisnya, justru di tengah komitmen kita menurunkan emisi nasional (NDC).

Sebagai Ketua Koalisi Kependudukan Indonesia Provinsi Kalimantan Timur, kami melihat bahwa pelestarian mangrove tidak bisa dipisahkan dari agenda kependudukan nasional. Ada tiga alasan utama:

  1. Mangrove Melindungi Komunitas Rentan

Masyarakat pesisir, yang seringkali merupakan kelompok paling rentan terhadap perubahan iklim, sangat bergantung pada perlindungan alami dari ekosistem mangrove. Kehilangan mangrove berarti meningkatkan risiko bencana dan memperbesar kerentanan sosial-ekonomi.

  1. Investasi Ekologi untuk Bonus Demografi

Indonesia tengah menikmati bonus demografi. Jika diarahkan secara tepat, generasi muda bisa menjadi pelaku utama dalam konservasi dan ekonomi hijau berbasis ekosistem mangrove: mulai dari riset, inovasi teknologi, hingga kewirausahaan sosial yang ramah lingkungan.

  1. Pendekatan Kependudukan dalam Pengelolaan Mangrove

Upaya rehabilitasi mangrove harus melibatkan partisipasi komunitas lokal, perempuan, dan pemuda. Pendekatan berbasis data kependudukan—seperti pemetaan desa pesisir berisiko tinggi dan penguatan sistem pendataan sosial-ekologis—perlu diintegrasikan dalam kebijakan pembangunan wilayah pesisir.

Solusi: Inovasi Mangrove Berbasis Komunitas

Kunci pengentasan kemiskinan ekstrem dan penurunan emisi karbon bisa ditemukan dalam satu akar: pengelolaan inovatif mangrove berbasis masyarakat. Koalisi Kependudukan Indonesia mendorong tiga strategi utama:

  1. Mangrove Preneurship:
    Mendorong ekonomi lokal berbasis produk olahan mangrove seperti batik mangrove, sirup buah mangrove, madu hutan pesisir, serta wisata edukatif berbasis ekosistem.
  2. Pekerjaan Hijau untuk Pemuda Pesisir:

Melibatkan generasi muda dalam pekerjaan ramah lingkungan: pembibitan mangrove, digitalisasi pemantauan tutupan mangrove dengan drone dan AI, serta kampanye restorasi berbasis data kependudukan.

  1. Integrasi Data Sosial dan Ekologis:

Pemetaan desa pesisir yang paling rentan dan padat penduduk miskin harus menjadi dasar program padat karya restorasi mangrove yang terintegrasi dengan perlindungan sosial dan pelatihan keterampilan hijau.

Menata Masa Depan dari Akar

Hari Mangrove Sedunia seharusnya tidak berhenti pada seremonial penanaman bibit. Ia harus menjadi momentum untuk perubahan paradigma pembangunan pesisir: dari yang eksploitatif menjadi regeneratif, dari pengabaian menjadi pemberdayaan. Karena menjaga mangrove bukan hanya menyelamatkan pohon dan laut, tetapi menyelamatkan kehidupan, memberdayakan manusia, dan mewariskan bumi yang layak huni bagi generasi mendatang.

Hari Mangrove Sedunia tahun ini adalah momentum untuk membangun solidaritas lintas sektor: antara pemerintah, akademisi, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Koalisi Kependudukan Indonesia mengajak seluruh pihak untuk memandang mangrove bukan hanya sebagai objek konservasi, tetapi sebagai bagian tak terpisahkan dari strategi besar mewujudkan Indonesia Emas 2045 yang inklusif, adil, dan berkelanjutan.

Indonesia bisa menjadi pemimpin dunia dalam inovasi mangrove—bukan hanya dalam luasannya, tetapi dalam bagaimana mangrove dihidupkan kembali sebagai solusi untuk menghapus kemiskinan ekstrem dan menahan laju krisis iklim.

Mari kita jaga mangrove hari ini, untuk melindungi kehidupan dan penduduk Indonesia di masa depan. Mangrove kita, Mangrove untuk anak cucu kita.

Tentang Penulis

1Ketua Koalisi Kependudukan Indonesia (KKI) Provinsi Kalimantan Timur. Berkomitmen mendorong perwujudan pembangunan berkelanjutan melalui pendekatan kependudukan yang holistic, komprehensif dan berbasis bukti. Berfokus pada advokasi, edukasi, dan penguatan kebijakan pembangunan kependudukan yang berkelanjutan dan berkeadilan mengarusutamakan isu-isu kependudukan dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan pembangunan di Provinsi Kalimantan Timur. Mencakup isu-isu strategis seperti: bonus demografi, stunting, migrasi, urbanisasi, perlindungan kelompok rentan, ketahanan keluarga, dan integrasi kependudukan dalam adaptasi perubahan iklim dan pembangunan wilayah.

 @2025-Jul

  • Dorong Peningkatan Layanan Nyata bagi Masyarakat, Jasa Raharja Adakan Pembinaan Operasional di Kanwil Kepulauan Riau
  • Permudah Ganti Plat Kendaraan, Jasa Raharja Apresiasi Layanan Samoli di Samsat Kota Yogyakarta
  • Perkuat Kolaborasi bersama stakeholder, Jasa Raharja Gelar Monev Data Penumpang Pesawat Udara
  • Jasa Raharja Tingkatkan Capaian Sumbangan Wajib dan Iuran Wajib serta Kepatuhan Nasional pada Semester II 2025
  • Jasa Raharja Bersama Kemenkeu, dan Akademisi Gelar Pembahasan RPP Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan

NEXT