Oleh :

Prof. DR. Rahmawati, SE., MM

Pengangkatan dua Dewan Pengawas RSUD Provinsi Kaltim A.W. Sjahranie yang berasal dari Universitas Hasanuddin, Makassar, memunculkan diskusi hangat di kalangan publik, khususnya di Samarinda. Sebagian menyoroti aspek kedekatan geografis dan asal institusi, sementara sebagian lain menilai langkah tersebut merupakan bentuk terobosan dalam memperkuat tata kelola rumah sakit daerah melalui pendekatan profesional lintas wilayah.
Sebagai seorang akademisi dan praktisi manajemen kesehatan, saya memandang keputusan ini perlu ditempatkan dalam kerangka hukum administrasi, tata kelola bisnis daerah, dan hak prerogatif kepala daerah.
1. Perspektif Hukum Administrasi: Dasar Kewenangan yang Sah
Dalam konteks hukum administrasi, pengangkatan Dewan Pengawas di lingkungan rumah sakit berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) telah diatur melalui Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah. Regulasi ini memberikan ruang bagi kepala daerah untuk menunjuk Dewan Pengawas berdasarkan kompetensi, integritas, dan kebutuhan organisasi.
Pasal 25 Permendagri 79/2018 menegaskan bahwa Dewan Pengawas dapat berasal dari unsur pemerintah daerah, profesional, dan/atau masyarakat yang memiliki keahlian di bidang keuangan, manajemen, dan pelayanan publik. Dengan demikian, tidak ada pembatasan yang mengharuskan Dewan Pengawas berasal dari daerah setempat, selama proses seleksi memenuhi prinsip transparansi, akuntabilitas, dan meritokrasi.
Oleh karena itu, pengangkatan figur akademisi dari Universitas Hasanuddin justru dapat dipandang sebagai langkah legal, sah, dan progresif, sejauh memenuhi asas keadministrasian publik yang baik (good public governance).
2. Perspektif Manajemen dan Bisnis: Kompetensi di Atas Asal Daerah
Rumah sakit BLUD saat ini beroperasi dalam sistem manajemen semi-bisnis yang menuntut efisiensi, inovasi, dan kemampuan pengelolaan aset publik secara produktif. Dalam perspektif manajemen strategis, keberadaan Dewan Pengawas bukan sekadar simbol pengawasan administratif, tetapi menjadi mitra strategis bagi direktur rumah sakit untuk memastikan keberlanjutan layanan dan efisiensi bisnis.
Apabila figur yang diangkat memiliki pengalaman akademik dan profesional di bidang kesehatan publik atau manajemen rumah sakit, maka latar belakang geografis tidak lagi relevan dibanding kualitas kompetensi yang dimiliki. Ini adalah praktik umum di banyak BLUD maju, termasuk di Jawa Barat, Jawa Timur, hingga Sulawesi Selatan, di mana profesional lintas wilayah dilibatkan untuk memperkuat sistem manajemen layanan publik.
3. Perspektif Kepemimpinan dan Ketahanan Nasional: Kolaborasi sebagai Modal Sosial
Dari sudut kepemimpinan daerah dan ketahanan nasional, kebijakan ini menunjukkan keterbukaan Pemerintah Provinsi Kaltim terhadap integrasi keilmuan lintas daerah. Dalam konteks pembangunan nasional, rotasi dan kolaborasi antarprovinsi merupakan wujud nyata dari semangat Bhinneka Tunggal Ika dalam bidang kelembagaan publik.
Keputusan untuk melibatkan akademisi dari universitas ternama di luar daerah dapat memperkuat transfer pengetahuan, memperluas jejaring akademik, dan memperkaya cara pandang manajerial RSUD sebagai rumah sakit rujukan utama di Kalimantan Timur.
4. Perspektif Hak Prerogatif Gubernur: Otoritas yang Bertanggung Jawab
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Gubernur memiliki hak prerogatif administratif untuk menetapkan pejabat dan anggota dewan pengawas pada instansi di bawah kewenangannya, dengan tetap berpegang pada asas profesionalitas dan kepatuhan hukum.
Hak prerogatif bukan berarti tindakan sewenang-wenang, melainkan kewenangan diskresioner yang harus digunakan dengan tanggung jawab moral dan administratif. Dalam hal ini, Gubernur Kaltim telah menyalurkan hak tersebut untuk kepentingan peningkatan mutu layanan publik di sektor kesehatan.
5. Menyimpulkan: Momentum untuk Transformasi Tata Kelola RSUD
Kita perlu melihat pengangkatan ini bukan semata dari sisi personalia, tetapi sebagai momentum transformasi tata kelola rumah sakit daerah menuju standar pelayanan publik yang adaptif dan berdaya saing nasional.
Dewan Pengawas dari latar belakang akademik eksternal dapat memberikan warna baru dalam menumbuhkan budaya profesional, memperkuat sistem kontrol manajerial, dan mendorong inovasi layanan berbasis riset serta efisiensi operasional.
Dengan sinergi yang baik antara Pemerintah Provinsi, manajemen RSUD, dan masyarakat, saya percaya rumah sakit kebanggaan Kaltim ini dapat berkembang menjadi pusat layanan kesehatan unggulan di Indonesia Timur, yang tidak hanya menyehatkan masyarakat, tetapi juga memperkuat posisi Kalimantan Timur sebagai daerah strategis penyangga Ibu Kota Nusantara.

Penulis: *Prof. DR. Rahmawati, SE., MM merupakan Guru Besar dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman.

@2025-Jul (Ed.)

NEXT

KONTENT SLIDER