Siswanto

Oleh: Siswanto1Ketua Koalisi Kependudukan Indonesia Propinsi Kalimantan Timur

Tanggal 30 Juli setiap tahun menjadi momentum ganda bagi dunia: memperingati Hari Persahabatan Internasional dan sekaligus Hari Dunia Menentang Perdagangan Orang (World Day Against Trafficking in Persons). Dua peringatan yang tampak kontras ini sebenarnya memiliki simpul yang sama: hubungan manusia yang sehat, aman, dan saling melindungi.

Berdasarkan Trafficking in Persons Report 2022, total korban yang teridentifikasi secara global mencapai 90.354 orang pada tahun 2021, turun dari 109.216 pada 2020. Laporan UNODC 2024 menyebut bahwa sekitar 38% korban adalah anak-anak, dengan 22% anak perempuan dan 16% anak laki-laki. Perdagangan manusia kini lebih sering terjadi dalam bentuk kerja paksa (42%) dibanding eksploitasi seksual (36%), dengan sebagian dikelola oleh jaringan kejahatan terorganisir (74%).

Data Indonesia, pada tahun 2023, Polri mencatat penanganan 1.061 kasus TPPO, mencakup 603 kasus perdagangan tenaga kerja, 370 kasus eksploitasi seksual, dan 88 kasus lainnya. Sebanyak 798 WNI korban perdagangan orang di luar negeri menerima perlindungan dari Kementerian Luar Negeri pada tahun yang sama. Antara 2020–Maret 2024, total korban online scam mencapai 3.703 orang, dengan sekitar 40% di antaranya termasuk korban TPPO. Indonesia berada di kategori “Tier 2 Watch List” menurut US Department of State, menunjukkan masih adanya ruang peningkatan dalam upaya penanganan TPPO. Laporan Global Slavery Index 2023 memperkirakan lebih dari 1,8 juta orang hidup dalam kondisi perbudakan modern di Indonesia pada 2021—prevalensi sekitar 6,7 per 1.000 penduduk. Sebagian besar melibatkan kerja paksa dan eksploitasi industri seperti perkebunan, perikanan, konstruksi, dan domestic.

Beberapa tantang yang dihadapi seperti memahami Under‑reporting, bahwa Korban yang terdeteksi hanyalah puncak dari sebuah gunung es. Banyak korban yang tidak muncul ke sistem resmi karena masih adanya intimidasi atau keterbatasan akses layanan. Mencermati Vulnerable group eksesif,  dimana Perempuan, anak perempuan, pekerja migran, dan kelompok ekonomi rentan paling berisiko. dan Faktor penyebab langsung, seperti utang rekruitmen tinggi, dokumen palsu, penipuan iklan pekerjaan, dan keterlibatan PJTKI yang tidak berizin serta kurang optimalnya pengawasan dan pengendalian dari pihak terkait.

Persahabatan sebagai Benteng Perlindungan

Dalam dunia yang makin terhubung secara digital namun terpecah secara sosial, persahabatan sejati menjadi pelindung dari eksploitasi. Teman yang peduli akan menyadari tanda-tanda awal bahaya: perubahan perilaku, tekanan ekonomi, rayuan kerja luar negeri yang mencurigakan, atau isolasi sosial. Persahabatan bukan hanya hubungan emosional, tapi juga jaringan pengaman sosial yang mencegah banyak tragedi.

Hi-Tech sebagai Senjata Melawan Perdagangan Orang

Tidak dapat dipungkiri di dunia digital saat ini, solusi hi-tech (teknologi tinggi) telah memainkan peran kunci dalam memerangi perdagangan orang:

Artificial Intelligence & Data Analytics bermanfaat untuk mengidentifikasi pola rekrutmen mencurigakan secara daring dan mendeteksi iklan kerja palsu atau aktivitas perdagangan di media sosial dan dark web.

Blockchain & Digital Identity bermanfaat untuk mencegah pemalsuan identitas, menjamin perlindungan bagi migran dan pekerja informal.

Platform Pelaporan Cepat seperti Aplikasi seperti STOPApp, Polri SuperApp, atau TraffickCam bermanfaat untuk masyarakat dan korban melapor secara cepat dan aman.

Sistem Peringatan Dini untuk Komunitas Rentan dengan menggunakan SMS, WhatsApp bot, atau sistem AI bermanfaat untuk memberikan informasi legal dan jalur aman bagi pekerja migran.

Hi-Touch: Sentuhan Manusia yang Tak Tergantikan

Namun teknologi tidak cukup tanpa sentuhan manusiawi (hi-touch). Trauma perdagangan orang memerlukan empati, pelukan, dan ruang penyembuhan. Pendekatan hi-touch meliputi: Pendampingan komunitas berbasis keluarga dan agama, Konseling trauma intergenerasional, Komunitas Sahabat Pemulihan untuk bekas korban, Pelatihan keterampilan dengan mentor langsung yang membimbing dan melakukan pendampingan sampai mandiri dengan menggunakan prinsip pendampingan I do U watch, I do U help, U do I help dan U do I watch.

Pendekatan Kekeluargaan: Pencegahan Berbasis Akar

Dalam banyak kasus, bahkan hamper semua kasus, pemberdayaan keluarga merupakan benteng terakhir yang melindungi dari rayuan sindikat perdagangan manusia. Solusi berbasis kekeluargaan meliputi: Pendidikan orang tua tentang literasi digital dan bahaya perdagangan orang, Program Ketahanan Ekonomi Keluarga berbasis UMKM dan pertanian urban, Gerakan Sekolah & Masjid Ramah Anak dan Migran.

Peringatan hari ini bukan hanya sebuah seremoni. Ini panggilan untuk kita bersama memperkuat persahabatan yang penuh kasih dengan kesadaran sosial, memanfaatkan teknologi digital untuk pencegahan, pelacakan, dan pemulihan korban, menghidupkan kembali nilai kekeluargaan sebagai benteng perlindungan. Mari kita jadikan teknologi sebagai alat, hati nurani sebagai kompas, dan keluarga sebagai rumah pulang bagi semua korban ketidakadilan. Dengan melakukan hal yang kecil, saat ini dan disini untuk berdampak bagi sekitar kita.

Tentang Penulis

1Ketua Koalisi Kependudukan Indonesia (KKI) Provinsi Kalimantan Timur. Berkomitmen mendorong perwujudan pembangunan berkelanjutan melalui pendekatan kependudukan yang holistic, komprehensif dan berbasis bukti. Berfokus pada advokasi, edukasi, dan penguatan kebijakan pembangunan kependudukan yang berkelanjutan dan berkeadilan mengarusutamakan isu-isu kependudukan dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan pembangunan di Provinsi Kalimantan Timur. Mencakup isu-isu strategis seperti: bonus demografi, stunting, migrasi, urbanisasi, perlindungan kelompok rentan, ketahanan keluarga, dan integrasi kependudukan dalam adaptasi perubahan iklim dan pembangunan wilayah

@2025-Jul

 
 

 

 

NEXT